Rabu, 25 Mei 2016

JANGAN SUKA MENYALAHKAN

Sungguh tidaklah ada manusia yang tidak pernah berbuat kesalahan. Tidak ada seorangpun yang ma’sum, kecuali para Nabi dan Rasul yang jika ada kesalahan langsung diingatkan Allah. Rasulullah bersabda : “Kullubni aadam khaththa’un, wa khairul khaththainat tauwaabun. (H.R Imam at Tirmidzi).
Oleh sebab itu jika melihat seseorang melakukan kesalahan maka tidaklah patut dicela. Jika mungkin beri nasehat dan doakan agar dia meminta ampun kepada Allah dan memperbaiki kesalahannya. Kenapa demikian. Iya karena kalau merujuk kepada hadits diatas dan melihat kepada kenyataan, maka kitapun pada suatu saat pasti akan jatuh pula kepada kesalahan.
Cuma banyak manusia saat ini yang suka mencela melihat seseorang yang melakukan kesalahan. Diantaranya  ada yang mencela seperti ini : Itu si Fulan, rajin ngaji, rajin shalat tapi tidak amanah. Lebih baik seperti saya. Tidak rajin ngaji, tidak rajin ibadah. Tapi saya amanah. Kalimat atau komentar ini bisa dilihat dari dua sisi :
Pertama : Dari segi si Fulan yang dicela itu.
 Memang dia rajin ngaji, rajin ibadah tapi  sebagai manusia biasa dia bisa tergelincir. Jatuh kepada kesalahan. Tapi kalau seorang rajin ngaji, rajin ibadah lalu pada satu kali dia tergoda dan sampai berbuat keburukan maka  dia akan cepat cepat  minta ampun dan bertaubat kepada Allah. Biasanya kesalahannya tidaklah banyak dan bukan pula karena disengaja apalagi direncanakan. 
  
Selain itu, seorang yang berilmu, ahli ibadah juga pada suatu waktu tergelincir kepada kesalahan. Mungkin karena tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya atau digelincirkan oleh syaithan. Tapi orang berilmu dan selalu menjaga ibadahnya, biasanya kesalahannya  jarang jarang terjadi. Kalaupun ada kesalahannya hanya sedikit sedangkan kebaikan yang dilakukannya adalah sangat banyak.
Kedua : Dari segi yang mencela.
 Perhatikanlah apa yang dikatakan pencela itu : Lebih baik seperti saya. Tidak rajin ngaji, tidak rajin ibadah. Tapi saya amanah. Sadarilah wahai saudaraku. Bagaimana sipencela ini bisa mengatakan dia lebih baik. Mencela saja sudah termasuk suatu yang tidak baik. Bagaimana dia bisa mengatakan dia lebih baik kalau ngaji dan ibadah malas. Bagaimana dia berani mengatakan dirinya lebih baik karena seorang yang  amanah. Padahal seseorang yang mengaku  dirinya  lebih baik dari orang lain, itu juga sudah tidak baik dan dilarang dalam syariat Islam.
Allah berfirman : “Falaa tuzakkuu anfusihim” Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. (Q.S an Najm 32)
Seseorang yang berani mengatakan bahwa dirinya lebih baik dari orang lain berarti dia  jauh dari tawadhu’ atau rendah hati. Lalu bagaimana seseorang dikatakan amanah kalau tidak tawadhu.’ Padahal bersikap tawadhu’ adalah salah satu amanah Rasulullah kepada umatnya. 
Selanjutnya, ketahuilah bahwa seorang muslim bukanlah orang yang suka mencela. Lebih dianjurkan untuk saling nasehat menasehati. Jika seseorang pada suatu waktu melakukan kesalahan lalu kita cela, maka ingatlah tidak ada jaminan bahwa kita sebagai pencela pada suatu waktu juga akan melakukan kesalahan. Mungkin kesalahan kita bisa jadi lebih besar dari orang yang pernah kita cela. Dan kita tentu juga tidak suka dicela.
Mari kita simak apa yang dikatakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz : Sekiranya kamu ingin mengambil pekerja maka ambillah mereka yang ada al Qur an di hatinya. Lalu ada yang berkomentar : Wahai Amirul Mukminin : Orang yang ada al Qur an di hatinya kadang kala juga tidak amanah. 
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjawab : Kalau orang yang ada al Qur an dihatinya ada yang khianat, tidak amanah, maka orang yang tidak ada al Qur an dihatinya memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk berkhianat.
Allahu a’lam. 
 
Oleh : Azwir B. Chaniago

BAHAYA BERBUAT ZHALIM

Muqaddimah.
Imam al Hafizh Ibnu Hajar berkata : Sesungguhnya kezhaliman adalah sifat tercela yang muncul dari kegelapan hati. Seandainya hati seseorang bersinar niscaya dia akan mengambil pelajaran (untuk tidak berlaku  zhalim).
Namun demikian sifat tercela ini masih belum  hilang sama sekali di masyarakat kita. Mungkin mereka  tidak tahu atau tidak  mau tahu tentang keburukan dan bahaya dari kezhaliman bagi dirinya dan bagi orang lain.
Makna kezhaliman
Menurut para ulama dan pakar bahasa, kezhaliman bermakna meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Diantaranya contohnya adalah bahwa jika seseorang menjual barang dagangannya dengan mengurangi timbangan dari yang seharusnya maka  dia tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Seharusnya dia menimbang dengan cukup tapi dikurangi.  Itulah kezhaliman.
Imam Al Jurjani berkata : Kezhaliman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan dalam istilah syar’i adalah suatu ungkapan yang menunjukkan berpaling dari kebenaran menuju kebatilan atau mengambil  hak milik orang lain dan melampaui batas.
Larangan berbuat zhalim.
Tulisan ini akan mengungkapkan  sedikit tentang bahaya melakukan kezhaliman terhadap sesama.
Sungguh Allah mengharamkan kezhaliman atas diriNya dan mengharamkan pula kepada manusia.
Dari Abu Dzar dari Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau meriwayatkan dari Rabbnya bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman :  “Yaa ‘ibaadii innii haramtu zhulma ala nafsii, wa ja’alatuhu bainahum muharramaa” Wahai sekalian hamba-Ku, Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman pada diri-Ku dan mengharamkannya pada kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi … (H.R Imam Muslim) 
Allah berfirman : “Walaa tarkanuu ilalladzina zhalamuu fatamassakumun naaru … “ Dan janganlah kamu cenderung kepada orang orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka. (Q.S Hud 113).
Imam al Baghawi menerangkan bahwa : Ayat ini bisa dikatakan sebagai ayat yang paling keras tentang larangan dan ancaman  terhadap perbuatan zhalim.
Rasulullah memberi peringatan yang tegas kepada umatnya agar tidak berlaku zhalim sebab akan memberi mudharat bagi dirinya. Beliau  bersabda : “Ittaquzh zhulma. Fainna zhulma zhulumaatun yaumal qiyaamah….” Takutlah kalian terhadap kezhaliman karena kezhaliman merupakan kegelapan pada hari Kiamat kelak … ( H.R Imam Muslim).  
Diantara contoh kezhaliman.
Imam adz Dzahabi menjelaskan tiga contoh kezhaliman yang dilakukan sesama manusia yaitu : 
Pertama : Memakan harta dengan cara yang bathil.
Kedua : Menzhalimi manusia dengan cara membunuh, melukai, memukul dan yang lainnya.
Ketiga : Menzhalimi manusia dengan celaan, laknat dan tuduhan dusta.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata bahwa  keazhaliman kepada  manusia ada pada dua perkara 
Pertama : Tidak menunaikan kewajiban terhadap orang lain, seperti orang yang berhutang tetapi tidak membayarnya atau menunda nunda pada hal ia mampu.
Kedua : Mewajibkan  kepada orang lain sesuatu yang  tidak wajib baginya, seperti kamu menuduh saudaramu punya hutang kepadamu  lalu kamu membuat surat surat palsu sehingga  kamu menang di pengadilan
Bahaya berbuat zhalim.
Jika Allah dan RasulNya melarang  atau mengharamkan sesuatu pastilah disitu ada mudharat yang besar termasuk larangan kezhaliman. Diantara  dampak buruk atau  mudharat  kezhaliman adalah :
Pertama : Penyebab datangnya murka Allah.
Allah mengazab penduduk satu negeri yang berbuat zhalim sebagai mana firmanNya :  “Wa kadzalika  akhdzu rabbika idza akhadzal quraa wahiya zhaliimah. Inna akhdzahu aliimun syadiid. Dan  adzab Rabbmu, apabila dia mengadzab penduduk negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzabNya pedih lagi keras.  (Q.S Hud 102).
Seorang hamba tentulah berusaha mencari ridha Allah dan berusaha menjauh dari murka-Nya. Andaikata Allah murka kepada kita lalu bumi mana yang akan kita pijak dan kemana  kita akan menggantungkan nasib kita.
Kedua : Do’a orang yang dizhalimi tidak ditolak.
Rasulullah mengingatkan kita agar berhati hati jangan sampai  menzhalimi sesama karena do’a orang yang dizhalimi mustajab.
Rasulullah pernah berpesan kepada Muadz bin Jabbal tatkala diutus berdakwah ke Yaman dengan sabda beliau : “Wattaqi da’watal mazhluum, fainnahu laisa bainahu wa bainallahi hijaabun.” Berhati hatilah (takutlah) terhadap do’a orang  yang dizhalimi karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dari Abu Hurairah bersabda Rasulullah : “Tsalatsu da’awatin mustajaabaatun laa syakka fiihina, da’watun mazhluum, wa da’watul musaafir, wa da’watul waalidi ‘alaa waladih.”  Ada tiga doa mustajab tanpa ada keraguan didalamnya, doa orang yang dizhalimi, doa musafir dan doa orang tua terhadap anaknya. (H.R Imam at Tirmidzi, Imam Abu Dawud, Imam Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh al Albani.)
Ketiga : Amal bisa  dikurangi dan dosa ditambah.
Seseorang yang menzhalimi orang lain di dunia, maka seharusnya dia segera mohon dimaafkan dan minta dihalalkan. Jika tidak maka di akhirat nanti, kezhaliman yang dilakukannya akan mengurangi pahalanya atau menambah dosanya sebagai  pengganti kezhaliman yang dilakukan di dunia.
Rasulullah bersabda  : “Man kaanat ‘indahu mazhlimatun  li akhiihi falyatahalalhu minhaa, fainnahu laisa tsumma diinaaran walaa dirhamun minqabli aiyu’khadza li akhiihi min hasanaatihi, failam yakun lahuu hasasanatun akhidzun min syaiyiati  akhiihi fatharihat ‘alaihi.” Barang siapa yang memiliki kezhaliman terhadap saudaranya maka hendaklah dia meminta kehalalan (maaf) kepadanya, karena kelak di akhirat tidak ada lagi dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diambil untuk saudaranya (yang dia zhalimi), bila tidak memiliki kebaikan maka keburukan saudaranya (yang dia zhalimi) akan diberikan kepadanya (H.R Imam Bukhari).
Hal ini juga sejalan dengan makna hadits tentang orang yang muflis  yaitu tentang orang yang bangkrut di akhirat kelak. Pada hari akhirat kelak akan ada manusia yang datang dengan membawa   pahala amalnya. Tetapi akhirnya habis karena harus dipindahkan kepada orang orang yang menuntutnya yaitu orang orang yang  pernah dizhaliminya di dunia. Bahkan setelah pahala amalnya habis maka dosa orang yang dizhalimi dipindahkan kepadanya. Na’udzubillahi min dzalik.
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkut itu?" Para sahabat menjawab, "Menurut kami, orang yang bangkut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan." Rasulullah SAW bersabda :
 "Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka." (H.R Imam Muslim)
Keempat : Kezhaliman itu akan kembali kepada dirinya.
Seseorang yang telah melakukan kezhaliACman terhadap orang lain berarti dia telah melakukan sesuatu keburukan bagi orang lain. Sungguh keburukan yang dilakukan itu akan kembali kepadanya. 
Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum lianfusikum, wa in asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat keburukan maka (kerugian keburukan) itu untuk dirimu sendiri. (Q.S al Israa’ 7).
Penutup.
Sungguh kezhaliman adalah kegelapan bagi seseorang di akhirat kelak. Selain itu  orang zhalim akan dibenci oleh teman temannya, keluarganya bahkan masyarakat sekitarnya sebagai hukuman di dunia.
Benar apa yang dikatakan Abu Hazim bahwa orang yang paling menderita diantara manusia yang berakhlak buruk (termasuk berbuat kezhaliman) adalah dirinya sendiri kemudian baru orang lain.
Allahu a’lam  (108).     
 
Oleh : Azwir B. Chaniago

MENGANGKAT SUARA MELEBIHI NABI

Seorang muslim wajib untuk  beradab kepada Rasulullah. Diantaranya adalah jika berbicara dengan Rasulullah, maka seseorang tidak mengangkat suara melebihi suara beliau sebagai salah satu bentuk kecintaan dan penghormatan.
Allah memperingatkan  tentang hal itu dalam firman-Nya : “Ya aiyuhal ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa shautin nabiyyi, walaa tajharuu lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an tahbatha a’malukum wa antum laa tasy’uruun”. Wahai orang orang yang beriman. Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata   kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al Hujuurat 2)
Syaikh as Sa’di berkata : Ini adalah adab terhadap Rasulullah ketika berbicara dengan beliau. Artinya orang yang berbicara dengan Rasulullah tidak boleh meninggikan suaranya melebihi suara Rasulullah. Tidak boleh mengeraskan suara dihadapan Rasulullah. Ketika berbicara dengan beliau suara harus dilirihkan dengan sopan, lembut seraya mengagungkan dan memuliakan beliau karena Rasulullah bukanlah seperti salah seorang dari kalian. Untuk itu bedakanlah ketika berbicara dengan beliau sebagaimana kalian membedakan hak haknya terhadap umatnya. Kalian wajib mencintainya dengan sebenar benar kecintaan dimana keimanan tidak bisa sempurna tanpanya. Tanpa melaksanakan hal itu dikhawatirkan akan bisa menggugurkan amalan seorang hamba sedangkan dia tidak merasa. (Kitab Taisir Tafsir Kariimir Rahman).
  
Imam Ibnul Qayyim mengingatkan  : Apabila mengangkat suara  lebih tinggi daripada suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan, lantas bagaimana dengan orang orang yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau pengetahuan mereka daripada ajaran yang beliau  bawa  dan mengangkat itu semua diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk menjadi sebab terhapusnya  amal  mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir)
Oleh karena beliau sudah wafat tentu kita tidak memiliki lagi kesempatan untuk berbicara  dengan Rasulullah. Namun demikian jika tidak berhati hati sehingga salah  dalam menyikapi perintah dan larangan beliau maka boleh jadi kita termasuk orang orang yang dimaksud oleh Imam Ibnul Qayyim. Yaitu orang orang yang lebih pantas terhapus amalnya. Na’dzubillahi min dzaalik.
Wallahu a’lam. (138)      
 
Oleh : Azwir B. Chaniago

Senin, 23 Mei 2016

SALAH SATU ANGGOTA KELOMPOK SANTOSO SUDAH "SADAR DAN BERTAUBAT"

Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MTI) pimpinan Santoso alias Abu Wardah kian melemah. Satu persatu anggota mereka tertangkap dan menyerahkan diri. Setelah sepekan sebelumnya dua anggota mereka tertangkap, Jumat kemarin satu lagi pengikut Santoso turun gunung dan menyerahkan diri.

Pengikut Santoso yang menyerahkan diri itu bernama Irfan Maulana alias Akil. Dia menyerahkan diri ke pos Satuan Tugas operasi Tinombala gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, Poso, Sulawesi Tengah pada Jumat (22/4/2016) malam.

"Proses serah terima dilakukan di Desa Uweralulu selepas Maghrib," kata seorang sumber detikcom yang bertugas di Tamanjeka, Poso, Minggu (24/4/2016). Letak Desa Uweralulu ini persis di bawah Dusun Tamanjeka.  Masih menurut sumber tersebut, sebelum menyerahkan diri Akil sempat menemui istri dan mertuanya yang tinggal di Tamanjeka. "Setelah dari Tamanjeka itulah kemudian dia (Akil) menyerahkan diri," kata dia.

Malam itu aparat langsung menjemput Akil. Penjemputan sengaja dilakukan pada malam hari agar tak menjadi menjadi perhatian warga. Akil kemudian dibawa ke Posko Satgas Tinombala TNI-Polri di jalan Pulau Roti Gebangrejo, Kecamatan Poso Kota, Poso. Saat ini aparat masih mendalami peran dan keterlibatan Akil dalam jaringan kelompok Santoso.  

Setelah Akil menyerahkan diri, kekuatan kelompok Santoso kian melemah. Pada Jumat (15/4/2016) lalu dua anggota kelompok Santoso yakni Ibadurrahman alias Ibad alias Amru dan Muhammad Sulaeman alias Sul alias ifan tertangkap.

Pasca Ibad dan Sul tertangkap, anggota kelompok Santoso yang masih bertahan di hutan di Pengunungan Biru, Poso tinggal 27 orang. Setelah kini Irfan menyerahkan diri, maka anggota kelompok MIT tinggal 26 orang. Mereka terdiri dari 23 laki-laki dan 3 perempuan.

TERNYATA AQIDAH SANTOSO SANGAT MENYIMPANG DARI AJARAN ISLAM

Kelompok jaringan Santoso yang bersembunyi di pegunungan di Poso kini dalam kondisi sulit. Satgas Tinombala terus memburu jaringan teroris paling dicari itu hingga mereka terdesak.

Santoso dan anak buahnya saat ini dalam kondisi sulit. Mereka terdesak, kelaparan dan bahkan sudah mulai terjadi konflik di internal kelompok teroris itu.

Sejak awal dibentuk, Satgas Tinombala yang terdiri dari Polri dan TNI memang menggunakan strategi untuk memojokkan Santoso. Kepala Satgas Operasi Tinombala Komisaris Besar Leo Bona Lubis mengatakan kelompok teroris jaringan Santoso sudah berhasil digiring keluar jauh dari wilayah awalnya.

Kelompok Santoso berhasil dipisahkan dari pendukung dan simpatisan yang selama ini memasok logistik. Akibat kekurangan pasokan logistik itu, Santoso dan kelompoknya itu kini kelaparan.

"Santoso dibilang kelaparan iya, tapi itu karena memang mereka sudah kita giring keluar dari wilayahnya yang selama ini mereka kuasai bertahun-tahun," kata Leo saat dihubungi detikcom, Kamis (24/3/2016).

"Sudah kita giring dengan taktis dan teknis yang sudah kita lakukan, mereka sudah keluar (dari lokasi awal)," sambungnya.

Kelompok teroris yang juga sudah masuk dalam daftar buronan sejak lama itu sudah berhasil dilokalisir. Mereka digiring sejauh 200 kilometer dari posisi awal persembunyiannya. Selain itu, jalur logistik yang biasa digunakan para kurir untuk mengantarkan makanan dan amunisi kepada Santoso sudah diputus.

Santoso pun semakin terpojok karena semakin sulit mendapatkan pasokan makanan. Hingga akhirnya, mereka bertahan hidup dengan memakan apapun yang ditemui di hutan.
Dalam salah satu foto yang didapat detikcom, Santoso terlihat sedang memanggang kepala Anoa. Tubuhnya terlihat kurus dengan rambut dan jenggot panjang terurai.

Di tengah kondisi terpojok dan kelaparan, Santoso menghadapi masalah lain. Perpecahan internal mulai terjadi di kelompoknya.

Anak buah Santoso beberapa mulai membangkang, bahkan sampai ada yang memilih untuk kabur. Salah satu anak buah Santoso yang membangkan adalah MAQ alias S alias Brother yang ditangkap pada Senin (21/3/2016) saat tengah bersembunyi di rumah penduduk.

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Rudy Sufahriadi mengatakan bahwa Brother lari dari kelompok Santoso. Saat melarikan diri itulah Brother kelaparan.

Dari Brother inilah diketahui bahwa kelompok jaringan Santoso mulai pecah kongsi. Kepada polisi, Brother mengaku bahwa amaliyah kelompok Santoso sudah menyimpang dari ajaran Islam. Santoso juga dianggap tak pantas menjadi figur pemimpin dalam gerakan jihad di Poso.

"Yang bersangkutan kabur dari kelompok Santoso karena menilai Santoso tidak cocok menjadi figur pemimpin dalam gerakan jihad di Poso karena setelah tersangka bergabung dengan kelompok Santoso, tersangka baru mengetahui bahwa Santoso sangat lemah dalam pemahaman agama bahkan cenderung menyimpang dari ajaran Islam," kata Rudy.

Sesama anggota kelompok Santoso juga terjadi perdebatan soal amaliah. Beberapa anggota kelompok Santoso menghalalkan amaliah yakni membunuh warga sipil yang sudah tua dengan cara dipenggal. Anggota kelompok yang tidak setuju dengan pendapat tersebut akhirnya memilih kabur.

"Sehingga hal ini pun menimbulkan perdebatan antara anggota kelompok. Karena ada beberapa anggota kelompoknya juga yang bertentangan, sehingga tidak tahan dan memilih kabur," jelasnya.

Tim Satgas Tinombala pun berkeyakinan kelompok Santoso kini tak lagi kuat. Tinggal menunggu waktu bagi tim untuk bisa menyerbu Santoso yang dalam keadaan lapar itu.

"Sekarang sudah jauh meninggalkan wilayahnya yang selama ini mereka bertahan, jauh dari pendukungnya, simpatisannya. Jadi mungkin tinggal nunggu waktu saja. Jadi semua jalur logistik, senjata dan lain-lain sudah kita putus semua," ujar Komisaris Besar Leo Bona Lubis.

TERORIS ADALAH KAUM KHAWARIJ

Secara harfiah, khawarij berarti ‘mereka yang keluar’. Khawarij bentuk jamak dari kharij, yang artinya ‘orang yang keluar’.  Istilah khawarij muncul pertama kali dalam sejarah Islam pada abad ke-1 H (pertengahan abad ke-7 M), dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abi Sofyan.

Setelah Khalifah Usman bin Affan dibunuh, kaum muslimin -- melalui lembaga Ahlul Hilli wal ‘Aqdi yang terdiri dari para sahabat terpandang -- mengangkat Sayyidina Ali RA sebagai khalifah. Namun, Muawiyah -- saat itu menjabat sebagai Gubernur Syam (Suriah) -- menolak membaiat Ali. Muawiyah yang masih berkerabat dengan Usman, meminta balas atas kematian Usman RA.

Muawiyah menuntut semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Sayyidina Usman RA harus dibunuh. Sedangkan Ali RA berpandangan yang dibunuh hanya yang membunuh Usman RA. Perbedaan ini kemudian memunculkan konflik antar-keduanya. Sayyidina Ali mengerahkan bala tentaranya untuk menyerang Muawiyah. Sebaliknya, Muawiyah juga mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi Ali RA.

Pertempuran dahsyat tidak bisa dielakkan, dan ada tanda-tanda pasukan Sayyidina Ali akan memenangkan pertempuran. Di saat itulah, Amr bin Ash, panglima perang Muawiyah, mengusulkan kepada Muawiyah agar mengangkat mushaf (kumpulan lembaran) Alquran dengan ujung tombak sebagai tanda minta damai.

Kedua belah pihak lalu mengirim utusan. Abu Musa al Asy’ari mewakili Khalifah Ali dan Amr bin Ash mewakili Muawiyah. Keduanya sepakat menerima arbitrasi (tahkim) untuk mengakhiri persengketaan. Arbitrasi ini ternyata membuat sekelompok kecil orang kecewa. Mereka lantas keluar dari dua kelompok mainstream ini, yang kemudian disebut sebagai kaum khawarij. Mereka merencanakan membunuh Muawiyyah dan Sayyidina Ali, namun yang berhasil mereka bunuh hanya Sayyidina Ali RA.

Meskipun pada awal kemunculan kaum khawarij karena alasan politik, namun pada perkembangannya kelompok ini lebih bercorak teologis. Sebagai misal, mereka keluar dari kelompok mainstream lantaran tidak setuju terhadap arbitrasi atau tahkim yang dilakukan Khalifah Ali dalam menyelesaikan masalah dengan Muawiyah. Menurut mereka, semua persoalan seharusnya diselesaikan dengan merujuk kepada hukum-hukum yang diturunkan  Allah SWT. Arbitrasi mereka nilai tidak berdasarkan pada Alquran.

Pada perkembangannya kemudian, kaum khawarij terbagi dalam sekte-sekte atau kelompok. Ada yang mengatakan lebih dari 20 sekte, ada yang menyebut 12 sekte, 10 sekte, atau bahkan hanya empat sekte. Namun, hampir semua sekte memperbolehkan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Termasuk membunuh seperti yang mereka lakukan terhadap Khalifah Ali RA.

Di sinilah letak perbedaan antara kaum khawarij dan kelompok-kelompok Islam mainstream atau kelompok mayoritas. Bagi kelompok mainstream, terutama Ahlus  Sunnah wal Jamaah (Sunni), tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara. Tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula.

Munculnya kelompok-kelompok radikal sekarang ini tidak terlepas dari ideologi dan teologi kaum khawarij ini.  Ciri-cirinya antara lain,  pertama, mereka keluar (kharij) alias tidak mengakui pemerintah (ulul amri) yang sah. Sebab, ketaatan hanya kepada pemimpin mereka yang dinilai memerintah sesuai dengan syariat.

Kedua, siapa pun pihak yang berbeda pandangan dengan mereka dianggap sebagai musuh yang harus dilawan karena dipandang sebagai kafir. Ketiga, khalifah (pemerintah/ulul amri) wajib ditaati hanya bila mereka bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Tapi, bila mereka menyeleweng dari ajaran Islam, mereka musti dibunuh. 

Dalam pandangan kaum khawarij, hanya Khalifah Abu Bakar as-Siddik dan Khalifah Umar bin Khattab yang dapat dikatakan adil dan tidak menyeleweng dari ajaran Islam. Sedangkan Usman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA -- yang merupakan dua dari empat Khulafa ar-Rasyidin --, mereka anggap tidak memerintah berdasarkan syariat. 

Sepanjang perjalanan sejarah Islam boleh dikatakan kaum khawarij selalu muncul. Ada kalanya mereka tiarap, tapi di kala lain mereka siap melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak, terutama ulul amri (pemerintah), yang dinilai telah melenceng dari ajaran Islam. Juga perlawanan terhadap pihak-pihak yang dinilai telah merugikan dan memusuhi kepentingan umat Islam.

Meskipun jumlah kelompok-kelompok khawarij kecil saja, namun lantaran ideologi radikal yang mereka anut, eksistensi mereka menjadi sangat berbahaya. Mereka juga susah ditumpas dengan kekuatan bersenjata. Contoh yang paling mutakhir barangkali bisa disebutkan nama al-Qaida.

Sebelum satu dasawarsa lalu kita hanya mengenal satu kelompok radikal (baca: teroris) yang bernama al-Qaida. Setelah organisasi garis keras ini dihantam Amerika Serikat dan koalisinya di Afghansitan, al-Qaida pun beranak-pinak dan menyebar ke berbagai negara seperti Irak, Suriah, Libia, Yaman, Somalia, Filipina, dan seterusnya. Termasuk ke Indonesia.

Nama-nama mereka pun bermacam-macam. Salah satunya adalah Tandzimu ad-Daulah al-Islamiyah fi al-Iraq wa as-Syam/Suriyah alias ISIS (Islamic State of Iraq and Syam/Syria). Kelompok-kelompok radikal anak cucu al-Qaida inilah yang kini sering disebut sebagai ‘kaum khawarij masa kini’.

Saya khawatir koalisi yang dipimpin AS sekarang ini hanya berhasil menghancurkan ISIS secara fisik, namun ideologi radikalnya akan tetap tumbuh subur. Bukan hanya di Irak dan Suriah, tapi juga akan menyebar ke berbagai negara seperti saat ini. Karena itu, koalisi militer yang didukung negara-negara Islam ini seharusnya dilengkapi dengan koalisi para ulama.

Koalisi ini bisa saja diprakarsai oleh Organisasi Kerja Sama Islam yang dulu bernama Organisasi Konferensi Islam (OKI). Koalisi ini bertugas membuat konsep secara teologis tentang Islam sebagai agama yang moderat dan rahmatan lil alamin sebagaimana dianut mayoritas umat Islam di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, pembasmian terhadap terorisme mustinya bukan hanya tugas polisi dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Memerangi terorisme juga kewajiban para ulama, ustad, tokoh masyarakat, dan  seterusnya. Mereka tidak cukup memberi komentar di media massa.

Mereka harus membuat konsep atau blueprint secara ideologis dan teologis untuk memerangi idelogi radikal ini. Konsep ini kemudian dijabarkan secara rinci dalam bentuk buku misalnya, dan disebarkan kepada masyarakat. Termasuk dimasukkan sebagai kurikulum agama di sekolah-sekolah dan pesantren.

ISLAM ADALAH RAHMATAN LIL ALAMIN

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-Anbiya ayat 107 yang bunyinya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah, lihat saja sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam Hadis riwayat al-Imam al-Hakim, “Siapa yang dengan sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya”. Burung tersebut mempunyai hak untuk disembelih dan dimakan, bukan dibunuh dan dilempar. Sungguh begitu indahnya Islam itu bukan? Dengan hewan saja tidak boleh sewenang-wenang, apalagi dengan manusia. Bayangkan jika manusia memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran islam, maka akan sungguh indah dan damainya dunia ini.
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, sekali lagi, terbanyak di dunia. Maka melihat keterangan di atas, seharusnya Indonesia menjadi negara yang indah, damai, dan beradab. Tapi lihat saja kenyataannya, kita tidak bisa menutup mata dan telinga dengan pemberitaan sehari-hari yang mengabarkan tentang kisah-kisah menyedihkan dan tak beradab. Mulai dari anak-anak yang melakukan pencabulan, berjudi, menghisab sabu. Remaja tawuran antar sekolah, kumpul kebo, menjadi pengedar, minum-minuman keras. Orang tua yang mencabuli anaknya sendiri, membunuh anggota keluarga sendiri, membunuh karena masalah sepele, bunuh diri, mutilasi, dan sebagainya. Sampai kepada pejabat kita yang melakukan tindak asusila, dan korupsi besar-besaran. Hampir setiap hari kejadian semacam ini keluar di pemberitaan. Sebenarnya apa yang terjadi? Di mana moral mereka? Bukankah sebagian besar dari mereka adalah muslim? Bukankah orang muslim seharusnya menjadi rahmatan lil ‘alamin?

Jika dikatakan tidak berpendidikan sepertinya tidak juga. Saya yakin kebanyakan dari mereka telah mengenyam pendidikan dasar, bahkan tidak sedikit yang sudah sarjana bahkan lebih. Lantas mengapa moral mereka bisa sebegitu hancurnya? Jawabannya adalah tidak memahami dan menjalankan ajaran islam secara kaffah. Jika mereka tahu bahwa membunuh binatang semena-mena saja dilarang oleh islam, mana mungkin sampai berani membunuh sesama manusia, apalagi sesama muslim. Jika mereka tahu bahwa islam melarang untuk mencuri dan menipu dan mereka menjalankan larangan itu, mana mungkin mereka berani melakukan korupsi. Abdullah bin Umar رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, “Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya; dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” Sudah sangat jelas bagaimana islam menjelaskan bagaimana ciri orang islam sesungguhnya.
Jika ingin merasakan Indonesia yang damai sejahtera, maka yang harus dibenahi adalah moral bangsanya, bukan sekedar pendidikan belaka. Dan pendidikan moral yang sesungguhnya, yang komplit, dan yang diperintahkan oleh pencipta manusia adalah Islam. Setiap muslim wajib untuk belajar tentang agamanya. Dengan begitu kita akan mampu menjadi khalifah sesungguhnya di bumi sesuai tujuan diciptakannya kita, yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam. Sudah semangatkah kita untuk belajar dan mengamalkan islam? Atau kita malah lebih semangat untuk mempelajari dan mengikuti budaya Jepang atau budaya Barat dari Islam?