Kebersamaan
bisa terwujud jika ada ikatan bersama, tujuan dan sasaran bersama, visi
misi bersama, agenda bersama serta kepentingan bersama. Sementara
kepentingan pribadi memang ada, tetapi harus di bawah kepentingan
bersama. Kepentingan bersama harus di atas kepentingan-kepentingan
pribadi.
Rusaknya sebuah lembaga atau
tatanan sosial jika tidak memiliki sistem dan mekanisme untuk meredam
ambisi-ambisi pribadi. Apabila ada kepentingan pribadi maka sebisa
mungkin kita redam, kemudian selaraskan agar tidak merugikan kepentingan
bersama, sehingga tidak ada agenda-agenda hidden yang merusak tatanan.
Untuk menjamin bahwa kita tidak memiliki agenda-agenda hidden
maka harus berani terbuka. Tidak ada alasan apapun yang membenarkan
kita untuk menutup diri, kecuali memang itu wilayah privasi.
Ketertutupan membuka pintu prasangka buruk untuk orang lain, bahkan
dalam Islam ada yang harus diumumkan dan disebarluaskan, seperti
pernikahan.
Semakin banyak yang
dirahasiakan semakin lebar pula prasangka atau tuduhan. Sulit
ditafsirkan lain jika wilayah publik juga harus ditutupi, kecuali
tuduhan ada tunggangan kepentingan pribadi. Kalau masing masing pihak
punya kepentingan dan agenda sendiri yang mendompleng sebuah lembaga dan
institusi, maka layakanya sebuah pohon yang dihuni oleh berbagai
tumbuhan parasit. Satu parasit saja membuat pohon itu mati, apalagi
parasitnya banyak. Maka yang akan rimbun lebat dan hijau tanaman
parasitnya bukan pohon aslinya.
Orang-orang
yang terbuka adalah orang-orang yang siap menerima fakta apapun yang
berada di hadapannya. Ia tidak akan takut dilihat oleh orang lain.
Sementara perbuatan dosa ciri-cirinya menurut hadits nabi adalah sebuah
perbuatan yang apabila terlihat oleh orang lain maka si pelaku akan
merasa malu.
Orang yang siap menerima
fakta adalah orang yang punya jiwa besar serta lapang dada. Ia mempunyai
harga diri untuk melakukan perbuatan hina, apalagi menjadi parasit bagi
orang lain atau penghisap bagi sebuah lembaga atau institusi. Belum
lagi bicara maksiat, dosa atau neraka baru bicara gengsi dan harga diri
saja ia akan sangat malu untuk sebuah perbuatan yang akan membuat
dirinya merasa terhina seperti menjadi parasit.
Jika
kita ingin terbuka siap menerima fakta, kita juga harus berlapang dada,
maka harus pula siap menerima masukan apapun dan dari siapun. Kritik
dan saran merupakan gizi yang sangat baik untuk kita terus berkembang.
Musuh adalah patner tebaik untuk lebih sensitif melihat kekurangan kita.
Kalau perlu kita siapkan bonus-bonus untuk orang yang sering melihat
kekurangan dan mengkritik kita. Semakin banyak masukan semakin cepat
orang itu berkembang. Maka tidak ada alasan lagi , takut duduk
bersama-sama dengan siapapun, karena kita sudah mempunyai sikap lapang
dada.
Tujuan, agenda, kepentingan
bersama, akan bisa kokoh terwujud kalau kita sering duduk bersama. Tidak
perlu ada yang ditakuti lagi jika kita siap terbuka, lapang dada, dan
siap menerima masukan. Kita juga tidak takut buka-bukaan karena kita
tidak punya agenda hidden. Tidak juga takut bertemu siapapun karena kita
tidak merasa punya konflik dengan siapapun.
Maka
kita senantiasa merasa nyaman, dalam situasi kondisi bagaimanapun, di
manapun dan dengan siapapun. Kalau semua pihak sudah punya perasaan
seperti ini maka tidak ada masalah yang tidak terselesaikan. Perasaan
seperti inilah yang kita sebut kompak, semua masalah pasti akan bisa
kita selesaikan. Jadi kata kuncinya “sering duduk bareng”
Sering
duduk bareng saja tidak cukup, kalau tidak disertai kebersihan hati dan
jiwa. Para politikus sering duduk bareng di gedung pareleman, bahkan
sampai larut malam. Tetapi ketika masing-masing punya agenda, ambisi,
tujuan yang berbeda-beda yang terjadi hanyalah perkelahian. Mungkin saja
pada awalnya seseorang yang terjun dalam sebuah medan perjuangan masih
punya kebersihan hati, orientasi yang lurus, pandangan yang idealis.
Tetapi ketika ada kesempatan dan peluang materi di hadapannya,
terus-menerus, bisa saja mengubah jalan pikiran, orientasi dan idealisme
seseorang seseorang. Oleh karena itu menjaga kebersihan hati dan jiwa
tidak boleh berhenti, atau dibatasi oleh tempat dan waktu tertentu saja.
Menjaga Kebersihan Hati
Kebersihan
jiwa dan kesucian hati sangat diperlukan untuk meredam dan
mengendalikan ambisi-ambisi pribadi. Pandangan seseorang terhadap materi
sangat tergantung kondisi hatinya. Hidup manusia dikendalikan oleh
pikiran dan perasaannya yang bermuara di hati. Rasulullah bersabda: “
Ingatlah di dalam tubuhmu ada segumpal daging, jika ia baik maka baik
seluruh jasadmu, ada apabila ia buruk, maka buruklah seluruh jasadmu,
ingalah segumpal daging itu adalah hati.
Sehingga
pengendalian hati juga menjadi kunci adanya kebersamaan. Kalau setiap
kita mau berupaya keras untuk mengendalikan hati, insya Allah akan
sangat mudah tercapainya kebersamaan. Cara yang paling ampuh
mengendalikan hati adalah adanya kesiapan agar menerima Zat yang Maha
Kuasa yang mampu mengendalikan hati. Dalam surah Al-Anfaal (8) ayat 63
Allah berfirman:
“Dan Allah lah yang
menyatukan hati kalian, seandainya kalian anggarkan belanja semua yang
ada di bumi, tidak mungkin kalian bisa mempersatukan hati, karena Allah
lah yang menyatakan hati mereka”
Kepentingan Pribadi atau Kepentingan Bersama ?
Tidak
perlu saling menuding siapa yang punya kepentingan pribadi, lebih baik
kita evaluasi diri sambil membuat dhawabit (patokan) untuk pribadi kita
sendiri, agar tidak mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan
bersama:
- Tidak boleh ada standar ganda, peraturan berlaku untuk semua orang, pengecualian harus ada alasan yang jelas yang juga sudah disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan.
- Tidak boleh bercabang dua ketika kita sudah melakukan akad, maka semua akad itu harus dipenuhi, baik waktu, tenaga, pikiran, perasaan, perhatian, ketermpilan serta kontribusi yang kita berikan.
- Tidak boleh ada yang ditutupi atau disembunyikan ketika memang harus dibuka pada orang atau struktur yang berhak menerimanya.
- Jangan ada main kucing-kucingan, atau main belakang, atau persekongkolan tersembunyi, atau rapat-rapat gelap atau rencana apapun yang disembunyikan.
- Siap menerima perubahan apapun ketika memang harus berubah, tidak khawatir akan kehilangan kenikmatan yang selama ini sudah dirasakan. Sehingga selalau disikapi dengan positif bahwa perubahan ini untuk kepentingan bersama.
- Siap ditempatkan di mana saja sesuai dengan kemampuan kita, dan tidak ada perasaan perbedaan posisi baik basah atau kering.
- Siap melebur dengan keputusan bersama walaupun pada awalnya tidak nyaman, sambil terus belajar dan menyesuaikan diri sampai ada evaluasi berikutnya.
Sebagai
implementasinya adalah kita buat tujuan, sasaran, agenda dan kepentingan
bersama harus sejajar dengan orientasi yang telah Allah tetapkan.
Karena di situ ada jaminan bahwa Allah SWT sebagai Zat yang Maha Adil,
tidak punya kepentingan dengan siapapun, maka segala ketentuanya akan
senantiasa akan berpihak kepada kemaslahatan dan keadilan. Karena
ukurannya jelas, maka kita tidak butuh retorika seseorang, yang kita
butuhkan adalah bukti.
Seribu kali
seseorang mengatakan untuk kepentingan rakyat, untuk kepentingan bangsa
dan Negara dan sebagainya , tapi lihat saja bukti hari-harinya, gaya
hidupnya, keluarganya dan lain-lain. Ribuan kali hormat bendera tetapi
kalau ternyata korupsinya paling besar, untuk apa..? Ribuan kali
mengatakan terbuka tetapi banyak sekali agenda-agenda hidden yang tidak boleh diketahui orang..? Ribuan kali mengatakan kebersamaan tetapi sulit sekali duduk bareng…? Dan seterusnya…
Membuang sifat Egois
Di antara sifat yang bisa merusak Team Work
dan kebersamaan adalah sifat egois. Orang yang egois akan selalu
mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama, karena
itulah kita harus mewaspadainya, supaya sifat itu tidak ada pada diri
kita. beberapa ciri-ciri orang yang bersifat egois adalah:
- Sulit mengenal apalagi memahami orang lain, walau sering berinteraksi, sehingga yang ada sering terjadi salah faham.
- Minta dipahami orang lain, tetapi tidak mau tahu dan tidak mau memahami orang lain.
- Merasa paling benar sendiri, sementara orang lain selalu salah.
- Merasa paling banyak kontribusi dan jasanya, sehingga menganggap kecil kontribusi orang lain, bahkan tidak diperhitungkan.
- Lebih dahulu meminta hak dari pada melaksanakan kewajibannya.
- Lebih suka minta dilayani dari pada melayani orang lain.
- Merasa paling berhak mengatur sehingga sulit diatur atau sulit mematuhi aturan yang telah disepakati bersama.
- Merasa terganggu jika ada campur tangan pihak lain, karena merasa jadi kurang leluasa geraknya.
- Mengecilkan Ide-ide orang lain, karena merasa superior, sehingga dianggap tidak berguna masukan dari lainnya.
- Merasa nikmat yang telah diterima terlalu kecil, sehingga kurang berterimakasih dan kurang bersyukur.
- Jika mendapat musibah atau cobaan merasa paling sengsara, terzhalimi, menderita, terpuruk dan sebagainya.
- Senang dan sibuk mencari kesalahan orang lain, senang mencari kambing hitam, sampai melupakan kesalahannya sendiri.
- Sulit mencari teman yang cocok, sehingga hanya sebagian kecil orang saja yang bisa memahami dan melayani dirinya yang bisa dijadikan teman.
- Sering mengkotak-kotakkan orang lain dengan judge kawan atau lawan, musuh atau teman, pembela atau penghianat dan seterusnya.
- Hanya dapat melihat dari sudut pandangnya; tidak dapat melihat dari sudut pandang orang lain, apalagi merasakan apa yang orang lain rasakan. Jadi, tidak mudah untuk berdiskusi dengannya karena ia akan berusaha keras agar kita menuruti pendapatnya
- Hanya memikirkan kepentingan pribadinya; jadi, apa yang dikerjakannya selalu untuk kepentingan pribadi, bukan murni untuk kepentingan orang lain. Ia tidak mengenal makna pengorbanan dan ketulusan; semua hal diperhitungkan berdasarkan untung-ruginya.
- Hanya membicarakan pekerjaannya, teman-temannya, perasaan dan segala sesuatu yang menyangkut tentang dirinya sendiri
- Sangat senang dengan standar ganda, semua peraturan dianggap hanyak untuk orang lain, bukan untuk dirinya.
Merangkul atau Memukul
Berdiri
di dua kaki seperti “Abdullah bin Ubay bin Salul” tokoh munafik
legendaris pada zaman Rasulullah SAW, adalah sangat berbahaya. Karena di
samping dia punya ambisi pribadi ingin menjadi penguasa di Madinah,
juga ingin menghancurkan kekuatan Kaum Muslimin Madinah. Kedudukannya
seperti para penjilat di zaman belanda yang dengan teganya menjadi
mata-mata untuk kepentingan belanda. Tetapi dalam konteks merangkul,
menyatukan langkah untuk bersinergi maka, akan sangat berbeda
kondisinya, tidak cukup hanya berdiri di dua kaki, kita pun harus mampu
berdiri di seribu atau sejuta kaki.
Orang
yang hatinya berpenyakit dan punya agenda pribadi seperti Abdullah bin
Ubay akan terasa sesak dadanya ketika melihat orang mampu berdiri di
seribu kaki, seperti Rasulullah SWT yang berhasil merangkul Kaum Aus dan
Khazraj. Karena bagi Abdullah bin Ubay ini merupakan ancaman yang bisa
menggeser kedudukannya. Tidak ada pilihan bagi dia kecuali bermain di
dua kaki, untuk meminta batuan orang-orang kafir quraisy untuk
menggolkan ambisinya.
Akhirnya kembali
lagi kepada kebersihan hati. Orientasi, tujuan, sasaran, target, agenda,
kepentingan bersama akan bisa kokoh permanen kalau masing-masing pihak
senantiasa menjaga kebersihan hatinya.
Alangkah
indahnya dunia ini jika kebersamaan diikat oleh hati yang bersih, jiwa
yang tulus, pikiran yang jernih, orientasi yang lurus, tujuan yang
jelas, agenda yang transparan serta kepentingan yang tidak berpihak.
Tidak
ada lagi kawan dan lawan karena semua sudah bersinergi, tidak ada
kelompok ini dan itu, karena sudah disatukan dalam langkah yang sama.
Tidak ada lagi kasak kusuk, lobby-lobby sembunyi, sikut menyikut, jegal
menjegal dan sebagainya. Semua merasakan kepemilikan dan terakomodasi
kepentingan pribadinya yang telah lebur menjadi kepentingan bersama.
Mudah-mudahan ini bukan mimpi atau khayalan tetapi sebuah obsesi yang
harus menjadi kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar